MillionBrainHub.com – Di tengah gegap gempita era digitalisasi dan jargon “semua serba online”, seorang praktisi IT bernama Feri Sanjaya justru menemukan kenyataan pahit saat ingin cetak KTP fisik di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Sukabumi.
Baca Juga : Konsep Pasar Dan Kepemudaan, Obrolan Panas Depan Balai Kota Sukabumi
Yang bikin greget? Bukan karena KTP-nya hilang, bukan juga karena datanya nyangkut di sistem, tapi karena… nggak bisa dapat antrean online.
Mimpi Digital, Realita Pahit
Berawal dari kebutuhan simpel: cetak ulang KTP. Feri, yang selama ini cukup puas menggunakan KTP digital, memutuskan untuk mengurus versi fisiknya karena kebutuhan administratif.
“Petugas bilang, daftar antreannya lewat website ya, Pak. Coba ke www.dukcapilkabsukabumi.web.id,” katanya dalam sebuah podcast yang mulai ramai dibicarakan warganet.
Gagal Antre Online: Laman Sudah Penuh, Silakan Coba Lagi…
Dengan semangat digitalisasi 4.0, Feri mencoba daftar antrean lewat situs tersebut keesokan harinya. Tapi hasilnya?
“Maaf, kuota antrean hari ini sudah penuh. Silakan coba di jam berikutnya.”
Dan tentu saja, di jam berikutnya:
“Maaf, kuota antrean hari ini sudah penuh. Silakan coba di hari berikutnya.”
Dan di hari berikutnya?
Anda tahu jawabannya.
Web.id Bukan Go.id? Praktisi IT Angkat Bicara
Sebagai praktisi IT, Feri menyoroti satu hal krusial yang mungkin luput dari perhatian masyarakat awam: penggunaan domain website pemerintah.
“Kenapa domainnya
web.id
? Bukankah seharusnya pakaigo.id
? Domainweb.id
itu biasanya digunakan untuk pemula, bahkan banyak situs scam, judi online, dan iklan pinjol berseliweran di sana,” keluh Feri.
Satirnya? Di tengah pemerintah mendorong masyarakat agar ‘melek digital’, justru akses ke layanan dasar seperti cetak KTP menjadi semakin rumit, bukan semakin mudah.
Antara Niatan Baik dan Eksekusi Setengah Matang
Masalahnya bukan pada niat digitalisasi, tapi pada eksekusi yang tidak ramah pengguna. Situs antrean online yang sulit diakses, tidak punya sistem waiting list, dan tidak memberikan kepastian waktu—semuanya menjadi contoh betapa digitalisasi tidak bisa asal “asal digital”.
“Kalau sistemnya begini, buat apa kita masuk era digital? Yang ada bikin frustrasi. Lama-lama mending balik ke sistem antri manual, tinggal datang, ngopi di depan kantor, dan tunggu dipanggil,” ujar Feri, dengan nada separuh kelakar, separuh jengkel.
Tonton video lengkap podcast keluhan Feri Sanjaya di sini: [Tautan Video]