MillionBrianHub.com – Indonesia kembali memperingati Hari Kartini pada 21 April. Hari penting di mana kita mengenang perjuangan R.A. Kartini memperjuangkan hak perempuan untuk belajar, bersuara, dan tidak dikurung dalam sekat domestik. Tapi di zaman sekarang, perjuangan itu diterjemahkan jadi… lomba kebaya, makeup tebal, dan disuruh masak opor buat lomba tumpeng antar-RT.
Baca Juga : Donald Trump : Janji Pilpres yang Berubah Seiring Waktu
Tentu ini bukan maksud Kartini saat menulis surat-surat panjang soal pendidikan dan kebebasan berpikir. Tapi ya, beginilah cara negeri ini menghormati pahlawan: dengan seremonial penuh gliter dan panggung hiburan.
Kebaya Jadi Simbol Emansipasi, Asal Pakainya Nggak Ngeluh
Setiap 21 April, kantor-kantor dan sekolah mendadak seperti lokasi syuting sinetron kolosal. Para perempuan diminta pakai kebaya, lengkap dengan sanggul dan sepatu hak yang bisa membunuh jari kaki dalam tiga jam. Tak lupa senyum manis yang diwajibkan — karena katanya Kartini juga murah senyum (walau tidak ada bukti foto tertawa bahagia beliau).
Sementara itu, para bapak-bapak di kantor? Tetap pakai kemeja batik santai sambil duduk manis jadi juri lomba Kartini cilik, menilai siapa yang paling anggun berjalan sambil menahan pegal.
Diskon Emansipasi: “Spesial Hari Kartini, Lipstik 50%!”
Kartini memperjuangkan hak perempuan agar setara dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan. Tapi kini, perjuangan itu dikonversi ke bentuk lebih… kapitalis. Diskon skincare, promo baju, dan iklan “Jadi Kartini Masa Kini dengan Lipstik Ini”.
Perempuan diajak merasa empowered lewat belanja. “Kamu bisa jadi apapun, asal glowing,” kata iklan. Sebuah bentuk emansipasi berbasis e-commerce.
Kartini Zaman Now: Multitasking, Multiperan, Tapi Tetap Ditanya “Kapan Nikah?”
Kartini masa kini bisa jadi CEO, insinyur, dokter, atau pemilik bisnis viral. Tapi tetap, yang ditanya di acara keluarga adalah: “Kapan nyusul nikah?” atau “Ngapain sih kerja tinggi-tinggi, nanti suami minder lho.”
Karena ternyata, walau perempuan bisa duduk di bangku kekuasaan, budaya patriarki masih duduk lebih santai di ruang tamu.
Kartini: Antara Lambang Kesetaraan dan Tema Lomba Tahunan
Akhirnya, Hari Kartini tetap jadi pengingat pentingnya perjuangan. Tapi seharusnya tak hanya dirayakan lewat lomba-lomba dan foto bareng di Instagram. Karena Kartini tak menulis “Habis Gelap Terbitlah Dresscode” — beliau menulis tentang impian: perempuan punya kesempatan yang sama untuk belajar, berpikir, dan memilih jalan hidupnya sendiri.
Jadi kalau mau benar-benar merayakan Hari Kartini, mungkin kita bisa mulai dari hal kecil: berhenti menghakimi pilihan hidup perempuan, dan mulai mendengarkan apa yang sebenarnya mereka inginkan.
Tonton Juga : KDM Dan Pak Bupati Mau Benerin Jalan Rusak Gak Sih? Tonton Video Ini Biar Makin Paham!