Keluh Kesah Pedagang dan Pembeli Pasar Sukabumi: Ingin Nyaman, Malah Dapat Bau dan Macet

Pedagang dan Pemebeli di pasar

MillionBrainHub.com – Di tengah aroma khas pasar yang bisa bikin nostalgia (atau pingsan), para pedagang dan pembeli di Pasar Sukabumi saling bertukar keluh kesah. Satu ingin stabilitas dagang, yang lain berharap bisa belanja tanpa harus latihan pernapasan dulu.

Kondisinya? Seperti pasar yang terlalu sering dijanjiin renovasi tapi malah berubah jadi pasar uji mental.

Baca Juga : Mantan CEO DEDIGO: Birokrasi Desa Hingga Pamit Elegan


Pedagang: “Kami Cuma Mau Dagang, Jangan Relokasi Terus Dong…”

Para pedagang lokal, dengan suara yang pelan tapi pasti, menyampaikan harapan sederhana: “Tolong, jangan relokasi terus. Kami kehilangan pelanggan tiap kali pindah.”

Bagi mereka, relokasi bukan sekadar pindah lapak, tapi pindah nasib. Belum selesai kenalan sama pelanggan baru, eh, sudah disuruh pindah lagi. Harapan mereka, pasar kembali dikelola pemerintah, bukan pihak ketiga yang kadang lebih sibuk menghitung retribusi ketimbang memperbaiki atap bocor.

“Kalau pemerintah yang kelola, mungkin ada kepastian. Kalau swasta, takutnya kami cuma jadi objek bisnis, bukan mitra,” keluh seorang pedagang sayur yang lebih hafal tarif parkir ketimbang daftar nama pejabat.


Pembeli: “Harga Makin Mahal, Jalan Macet, dan Pasar Bau…”

Di sisi pembeli, keluhan juga tak kalah panjang. Harga makin menanjak tanpa aba-aba, lorong pasar Pelita makin sempit, dan bau? Campuran durian, ikan asin, dan limbah got yang seolah jadi parfum tetap pasar.

Belum lagi banyak pedagang yang “berinisiatif” buka lapak di jalanan. Alhasil, para pengendara mobil harus memilih: lewat dengan pelan atau jadi bintang dalam video viral karena nyenggol gerobak.

“Saya cuma mau beli cabai. Tapi parkir susah, jalan macet, eh pas masuk pasar juga harus tahan napas,” ujar salah satu pembeli sambil memegang hidung dengan gaya dramatis.


Macet di Mana-Mana: Pedagang di Jalan, Kendaraan Bingung

Fakta lapangan menunjukkan banyak ruas jalan sekitar pasar sudah berubah fungsi. Trotoar jadi etalase, badan jalan jadi lapak darurat. Pedagang bertahan karena “di situ rame”, sementara kendaraan roda empat harus berstrategi seperti main Tetris.

Solusi dari pemerintah? Masih dalam tahap perencanaan, rapat, dan (mungkin) wacana.


Simak Videonya: “Pasar Itu Penuh Drama, Tapi Tetap Dicintai”

Untuk melihat langsung dinamika antara pedagang dan pembeli ini, tim kami telah menyiapkan video keseruannya. Mulai dari obrolan jujur, aksi rebutan lahan, hingga suara pedagang yang lebih tajam dari timbangan digital. Klik di bawah ini dan saksikan sendiri realitas pasar yang tak ada di iklan pemerintah.

👉 [Tonton videonya di sini]


Kesimpulan: Semua Cinta Pasar, Tapi Pasarnya Harus Mau Dirawat

Pedagang ingin kepastian, pembeli ingin kenyamanan. Tapi selama pengelolaan pasar masih setengah hati dan ruang publik terus diabaikan, pasar hanya akan jadi tempat jual beli keluhan—bukan solusi.

Pemerintah diminta turun tangan secara serius, bukan hanya saat musim kampanye. Karena pasar bukan cuma tempat transaksi ekonomi, tapi juga denyut nadi kehidupan kota. Dan saat ini, denyutnya sedang batuk-batuk.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *