MillionBrainHub.com – Beruntung rasanya bisa duduk bareng, bincang hangat (dan sedikit nyinyir) bersama Kepala Dinas Koperasi dan UMKM, Sigit Widarmadi, A.Md., SE. Kali ini topiknya tidak main-main: Koperasi Merah Putih, program yang katanya bakal jadi motor penggerak ekonomi rakyat — bukan sekadar spanduk yang numpang nampang di balai desa.
Baca Juga : Sidak Pasar Pelita: Dari Pedagang Sayur hingga Biliar
Visi Mulia: Dari Apotek Murah Hingga Cold Storage di Tengah Sawah
Pak Sigit dengan penuh semangat menjelaskan konsep koperasi masa depan ini. Bukan hanya urusan simpan-pinjam dan rapat tahunan yang isinya nasi kotak dan laporan keuangan setebal utang. Tapi benar-benar koperasi multifungsi, dengan berbagai unit usaha seperti:
- Gerai Sembako Desa: Tempat beli minyak goreng tanpa drama harga naik.
- Apotek Desa: Karena sakit jangan cuma bisa sembuh kalau bawa KTP pejabat.
- Unit Simpan Pinjam: (Nanti dulu, sabar, ini sensitif).
- Cold Storage: Tempat menyimpan ikan atau sayur, bukan mimpi petani yang membusuk karena tak laku.
- Logistik Terpadu: Biar beras dari desa gak muter-muter dulu ke kota sebelum balik lagi ke desa dengan harga naik.
“Koperasi Merah Putih ini bukan koperasi ecek-ecek. Ini alat pemerataan ekonomi berbasis desa,” ujar Pak Sigit dengan nada optimis, sambil menyisipkan pesan moral: ekonomi rakyat harus naik kelas, bukan naik cicilan.
Simpan Pinjam? Santai Dulu. Jangan Cepat-Cepat Macet.
Topik sensitif muncul: unit simpan pinjam. Semua orang tahu, ini bagian paling ‘berisiko tinggi tapi juga paling cepat terlihat hasilnya.’ Jadi?
“Saya sarankan, jangan dulu. Bangun usahanya dulu, kuatkan pondasi. Kalau koperasinya sudah jalan, baru itu dibuka,” terang Pak Sigit.
Artinya, tidak dilarang kalau desa mau langsung buka unit pinjam-meminjam, tapi kalau nanti macet, ya jangan salahkan cuaca. Semua kembali ke musyawarah desa, karena uang bisa dicari, tapi musyawarah yang sehat lebih langka dari subsidi BBM.
Menyerap Hasil Bumi: Janji Tingkat Dewa, Eksekusi Harus Merakyat
Yang bikin telinga makin tajam mendengar adalah misi menyerap hasil bumi lokal untuk program makan bergizi gratis Presiden. Koperasi Merah Putih diharapkan menjadi pemutus rantai pasok yang menyiksa petani, bukan justru menambah mata rantai baru yang ujungnya ‘fee’ dan ‘persentase’.
“Kalau koperasi bisa jadi pengumpul hasil tani, lalu langsung distribusi ke dapur-dapur publik, itu baru namanya revolusi distribusi,” kata Pak Sigit, seolah sedang menulis ulang buku ekonomi kelas menengah ke bawah.
Penutup: Jangan Hanya Merah Putih di Logo, Tapi Juga di Aksi
Koperasi Merah Putih adalah simbol yang kuat. Namanya patriotik, bentuknya kolaboratif, harapannya kolosal. Tapi seperti kata pepatah: “Nama boleh Merah Putih, tapi kalau praktiknya masih rebutan kas bon, ya tetap saja hasilnya kelabu.”
Program ini bisa jadi titik balik ekonomi rakyat, asal didampingi secara serius — bukan cuma lewat surat edaran dan banner ucapan.
“Mari kita wujudkan Sukabumi Mubarakah lewat koperasi rakyat yang benar-benar rakyat,” tutup Pak Sigit, dengan optimisme khas pejabat yang masih percaya rakyat bisa diberdayakan, bukan sekadar didata.
Tonton Podcastnya Disini : Koperasi Merah Putih, Detik-Detik Kadis Koperasi & UMKM Keceplosan?! Tonton Sampai Habis!